Lifestyle
Mistisisnya Malam 1 Suro! Kirab, Kebo Bule, dan Ritual Memandikan Keris
JAKARTA, KUCANTIK.COM - Tiap tahun, malam 1 Suro hadir dengan nuansa yang khas dan sakral di tengah masyarakat Jawa. Tapi jangan bayangkan pesta meriah dengan sorak-sorai.
Malam ini justru dibungkus dalam keheningan dan kesyahduan. Dari Solo hingga Yogyakarta, sejumlah tradisi turun-temurun tetap hidup dan dilestarikan sebagai bentuk penghormatan pada leluhur dan semesta.
Kebo Bule Kyai Slamet, Ikon Malam 1 Suro di Solo
Di Surakarta, malam 1 Suro tak lengkap tanpa kehadiran sosok ikonik yakni Kebo Bule alias kerbau putih. Hewan ini bukan sekadar kerbau biasa.
Namanya Kyai Slamet, dan ia adalah hewan kesayangan Paku Buwono II, raja Kasunanan Surakarta. Sejak istana masih berdiri di Kartasura, sekitar 10 km dari lokasi Keraton Surakarta sekarang. Kebo bule sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah keraton.
Hingga kini, keturunannya tetap dirawat dan dijaga dengan penuh hormat. Setiap malam 1 Suro, kebo bule akan diarak dalam kirab pusaka, menelusuri jalanan kota Solo dalam suasana yang penuh magis dan hening.
Banyak masyarakat percaya, kebo bule membawa aura keselamatan dan berkah bagi siapa pun yang menyentuh atau mengikuti iring-iringannya.
Berbeda dengan Solo yang mengarak kerbau, Yogyakarta punya gaya sendiri yang tak kalah khidmat. yakni melakukan tradisi kirab pusaka dan mubeng benteng adalah dua prosesi utama yang jadi pusat perhatian setiap malam 1 Suro.
1. Mubeng Benteng: Tirakat Berjalan Tanpa Alas Kaki
Tradisi ini bukan sekadar jalan kaki. Mubeng Benteng adalah ritual kontemplasi, tirakat, dan doa yang dimulai dari dalam kompleks Keraton Yogyakarta, mengelilingi tembok benteng sepanjang rute mulai dari Alun-alun Utara ? Kauman ? Beteng Kulon ? Pojok Beteng Wetan ? kembali ke Keraton.
Para abdi dalem mengenakan busana tradisional Jawa dan berjalan tanpa alas kaki. Di belakang mereka, masyarakat umum ikut berjalan dalam keheningan, sambil melafalkan tasbih dan doa.
Ritual ini melambangkan kerendahan hati, ketulusan jiwa, dan rasa syukur kepada alam semesta.
2. Jamasan Pusaka: Memandikan Warisan Leluhur
Satu lagi tradisi sakral yang hanya dilakukan saat Suro adalah jamasan pusaka. Semua benda pusaka milik Keraton mulai dari keris, tombak, kereta kencana, gamelan, hingga manuskrip kuno, dimandikan dan dibersihkan dengan air khusus.
Tapi jangan salah, jamasan ini bukan hanya urusan fisik. Di balik kegiatan ini, ada makna spiritual yang dalam. Secara teknis, ini adalah upaya merawat warisan budaya.
Namun secara batiniah, ini adalah bentuk penyucian, penyambutan, dan penghormatan pada energi serta nilai-nilai luhur yang terkandung dalam pusaka-pusaka tersebut.
Malam 1 Suro bukan sekadar rangkaian upacara adat, melainkan refleksi dari keseimbangan antara dunia nyata dan spiritual, antara manusia dan alam, antara masa lalu dan masa kini.
Ini adalah momen sakral di mana masyarakat Jawa berhenti sejenak dari hiruk-pikuk dunia, untuk kembali terhubung dengan jati diri dan harmoni semesta.