Entertainment
Kamasutra Versi Nusantara! Gowok: Warisan Erotis, Bongkar Tradisi Seks Edukatif Ala Budaya Jawa
JAKARTA, KUCANTIK.COM - Begitu mendengar kata Kamasutra, Cantiks mungkin langsung melayang ke posisi-posisi panas dan urusan ranjang yang eksplisit.
Tapi tahukah Cantiks, Kamasutra sejatinya teks filsafat dari India, ditulis Vatsyayana sekitar abad ke-3 hingga ke-5 M? Di dalamnya, tak hanya membahas seksualitas, tapi juga cinta, etika, pernikahan, dan spiritualitas. Jauh dari sekadar panduan gaya.
Indonesia pun punya versi lokalnya, yaitu Gowok, tradisi Jawa yang kini dihidupkan kembali melalui film Gowok: Kamasutra Jawa garapan sutradara Hanung Bramantyo.
Gowok Bukan Sekadar Profesi Tapi Guru Kehidupan
Pada masa kolonial awal 1900 an, para bangsawan Jawa mempercayakan pendidikan seks dan rumah tangga kepada para gowok, perempuan dewasa yang mengajarkan para pria muda, para calon suami, tentang hubungan suami istri secara menyeluruh. Bukan hanya teknik, tapi juga empati dan pemahaman emosi perempuan.
Jauh dari kesan liar, profesi gowok justru dihormati. Mereka mengajarkan cinta dengan kelembutan, bukan nafsu semata.
Film Gowok: Kamasutra Jawa terinspirasi dari Serat Centhini, karya sastra agung Jawa yang ditulis pada 1814-1823 atas perintah Pangeran Adipati Anom dari Keraton Surakarta.
Kitab ini merupakan ensiklopedia kehidupan Jawa, yang membahas mulai dari spiritualitas, budaya, seksualitas, hingga kuliner, semuanya dikemas dalam bahasa puitis nan filosofis.
Namun karena nama Centhini kurang familiar di masyarakat luas, Hanung memilih nama yang lebih provokatif untuk membangkitkan rasa penasaran yakni Kamasutra Jawa.
Kisah yang kuat, karakter yang penuh konflik
Dalam film ini, Raihaanun berperan sebagai Ratri, wanita cerdas dan cantik yang dibesarkan gowok legendaris, Nyai Santi (diperankan Lola Amaria).
Ratri jatuh cinta pada Kamanjaya (Reza Rahadian), namun dikhianati. Dua dekade berlalu, dendam lama bangkit ketika putra Kamanjaya, Bagas, justru jatuh cinta pada Ratri.
Kisah ini bukan hanya tentang cinta dan pengkhianatan, tapi juga tentang pewarisan ilmu, tanggung jawab, dan luka masa lalu yang belum sembuh.
Lebih Dari Film Erotik, Ini Pendidikan Kultural
Film ini tayang lebih dulu di International Film Festival Rotterdam (IFFR) 2025, dan resmi diputar di bioskop Indonesia mulai 5 Juni 2025 dalam dua versi, 17+ dan 21+.
Melalui Gowok, Hanung ingin menyampaikan pendidikan seks bukan hal asing bagi budaya Nusantara. Leluhur kita punya cara yang sopan, spiritual, dan penuh empati untuk mengenalkan cinta dan tubuh.
Sayangnya, warisan ini mulai tergerus setelah era kolonial dan pasca 1965, ketika banyak tradisi lokal dianggap menyimpang moral konservatif Barat.
Di Balik Judul Menggoda, Ada Pesan Mendalam
Film ini mengingatkan kita seksualitas bagian dari kemanusiaan, bukan sekadar teknik atau hiburan.
Di tengah derasnya arus informasi digital yang kadang menyesatkan, Gowok: Kamasutra Jawa menjadi cermin, belajar tentang tubuh dan cinta adalah hal yang luhur jika disampaikan dengan kearifan budaya.