Fenomena Pubertas Dini pada Anak Meningkat, Ini Faktor Risiko dan Penyebabnya

Senin, 30 Jun 2025, 22:30 WIB

JAKARTA, KUCANTIK.COM - Fenomena pubertas dini pada anak kini semakin sering ditemukan di Indonesia dan menjadi perhatian kalangan medis. Kondisi ini terjadi ketika anak mulai menunjukkan tanda-tanda pubertas lebih awal dari usia normal.

Mengacu pada pedomanIkatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), pubertas normal biasanya dimulai pada usia 8-13 tahun untuk anak perempuan dan 9-14 tahun untuk anak laki-laki.

Ket. Foto: — Sumber: Freepik

Namun, pada kasus pubertas dini, gejala pubertas seperti pertumbuhan payudara, perubahan suara, hingga munculnya rambut di area tertentu, bisa muncul sebelum rentang usia tersebut.

Menurut National Health Service (NHS) UK, kondisi ini lebih sering dialami anak perempuan dibandingkan anak laki-laki. Sayangnya, penyebab pastinya sering kali tidak diketahui.

Dua Jenis Pubertas Dini

Berdasarkan keterangan dari Mayo Clinic, pubertas dini terbagi menjadi dua jenis utama:

  1. Pubertas Dini Sentral
    Ini merupakan bentuk pubertas dini yang paling umum. Penyebabnya terkait dengan aktivasi dini dari hipotalamus dan kelenjar pituitari di otak, yang memicu produksi hormon seksual.

Beberapa faktor penyebabnya meliputi:

  • Tumor di otak atau sumsum tulang belakang.

  • Perubahan bawaan di otak seperti hidrosefalus atau hamartoma.

  • Radiasi di area kepala dan tulang belakang.

  • Cedera serius pada otak atau tulang belakang.

  • Sindrom genetik langka seperti McCune-Albright syndrome.

  • Gangguan hormon akibat hiperplasia adrenal kongenital.

  • Kondisi hipotiroidisme, di mana kelenjar tiroid kurang aktif.

  1. Pubertas Dini Perifer
    Jenis ini terjadi ketika hormon estrogen atau testosteron diproduksi terlalu banyak dari sumber selain otak.

Faktor penyebabnya antara lain:

  • Pada anak perempuan: Kista ovarium atau tumor ovarium.

  • Pada anak laki-laki: Tumor di testis atau kondisi genetik langka seperti precocious pseudopuberty yang menyebabkan produksi testosteron dini, umumnya terjadi di usia 1-4 tahun.

Gaya Hidup dan Lingkungan Turut Berperan

Tak hanya faktor medis, pola hidup anak juga sangat berpengaruh terhadap risiko pubertas dini.

Studi dari University Press menemukan bahwa anak dengan gaya hidup sehat memiliki risiko 53% lebih rendah mengalami pubertas dini dibandingkan anak yang memiliki kebiasaan buruk seperti kurang gerak atau pola makan tidak sehat.

Dokter Spesialis Anak, dr. Mesty Ariotedjo Sp.A, MPH, melalui akun X (Twitter)-nya @mestyariotedjo, juga menyoroti beberapa faktor pemicu yang sering diabaikan.

Ia menyebutkan bahwa risiko pubertas dini semakin tinggi pada anak-anak yang mengalami:

  • Obesitas

  • Waktu tidur kurang dari 9 jam per hari, terutama pada anak di bawah 7 tahun

  • Paparan asap rokok, yang bisa meningkatkan risiko hingga 6,5 kali lipat

  • Paparan zat disruptor endokrin (bahan kimia yang mengganggu hormon tubuh)

  • Riwayat ibu yang mengalami pubertas dini

  • Paparan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)

"Kenapa anak sekarang cepat pubertas? Faktor risikonya obesitas, tidur kurang, paparan asap rokok, paparan disruptor endokrin, ibu pubertas dini atau adanya KDRT," ungkap dr. Mesty, Rabu (5/5/2025).

Imbauan untuk Orang Tua

Pakar kesehatan anak mengimbau para orang tua untuk lebih memperhatikan pola makan, kualitas tidur, dan lingkungan psikologis anak.

Selain itu, jika orang tua mulai melihat tanda-tanda pubertas terlalu dini, sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter spesialis anak.

Dengan deteksi dan penanganan dini, dampak negatif dari pubertas dini terhadap perkembangan fisik, emosional, dan sosial anak dapat diminimalkan.

Redaktur: Fitrya A Kusumah

Penulis: Fitrya A Kusumah

PT. Berita Nusantara
© Copyright 2017 - 2025 Kucantik.Com ®
All rights reserved.