Entertainment
Makna Ritual Tapa Bisu, Adat Sakral Masyarakat jawa yang Digelar di Malam Satu Suro
JAKARTA, KUCANTIK.COM - Di tengah hiruk pikuk dunia modern, ada satu malam di tanah Jawa yang justru diisi dengan keheningan penuh makna yakni Tapa Bisu.
Bukan sekadar ritual diam, Tapa Bisu adalah bagian dari warisan budaya spiritual yang sarat filosofi. Dalam bahasa Jawa, “tapa” berarti bertapa atau menyepi, dan “bisu” berarti diam.
Tapi diam yang dimaksud bukan cuma tidak bersuara, melainkan juga menahan diri dari semua bentuk komunikasi, emosi, bahkan aktivitas duniawi lainnya.
Tapa Bisu adalah sebuah ritual berjalan kaki dalam keheningan, tanpa alas kaki, tanpa suara, tanpa lampu, dan tanpa gawai. Para peserta berjalan dalam formasi panjang sambil membawa pusaka keraton, menelusuri rute sakral sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur dan penyucian batin.
Keheningan dalam ritual ini bukan sekadar simbol, melainkan media refleksi diri dan pendekatan spiritual kepada Tuhan untuk menyambut datangnya Tahun Baru Jawa, yang dimulai pada malam 1 Suro.
“Diam dalam Tapa Bisu bukan hanya bentuk keheningan fisik, tetapi menjadi sarana spiritual untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, sekaligus merenungkan segala ucapan dan tindakan selama setahun terakhir,”
Tapa Bisu 2025 di Solo: Rute dan Aturan
Tahun ini, Tapa Bisu kembali diselenggarakan dalam rangkaian Kirab Pusaka Dalem menyambut malam 1 Suro. Prosesi akan digelar pada Kamis, 26 Juni 2025 mulai pukul 19.00 WIB di Pura Mangkunegaran, Solo.
Meskipun terbuka untuk umum, hanya peserta resmi yang diperbolehkan mengikuti prosesi jalan kaki secara langsung, sementara masyarakat tetap bisa menyaksikan dari sepanjang rute kirab.
Rute Tapa Bisu 2025 mencakup Pura Mangkunegaran – Koridor Ngarsopuro – Jl. Slamet Riyadi – Jl. Kartini – Jl. R.M. Said – Jl. Teuku Umar – kembali ke Pura Mangkunegaran.
Ada sejumlah ketentuan yang wajib dipatuhi, seperti:
-
Larangan penggunaan lampu kilat saat memotret
-
Pakaian wajib serba hitam dan jarik sogan (tanpa motif parang atau lereng)
-
Dilarang memakai kain bludru atau batik keraton
-
Peserta pria mengenakan beskap, blangkon, dan keris, sedangkan wanita memakai kebaya hitam dengan sanggul tradisional
Tak Hanya di Solo, Inilah Ragam Tradisi 1 Suro di Jawa
Menjelang malam 1 Suro, berbagai daerah di Jawa juga menggelar ritual masing-masing yang unik dan sarat makna:
1. Kirab Pusaka Keraton Surakarta
Di Keraton Surakarta, malam sakral ini diisi dengan ritual jamasan (penyucian) pusaka, lalu kirab keliling kota yang dimulai tepat tengah malam.
Yang paling ikonik, kehadiran Kebo Kyai Slamet, kerbau bule yang diyakini memiliki kekuatan spiritual dan dipercaya sebagai penjaga pusaka.
2. Pembacaan Naskah Leluhur dan Pembersihan Pusaka di Cirebon
Di Keraton Kanoman Cirebon, peringatan diawali dengan pembacaan Babad Cirebon, dilanjutkan dengan ziarah ke makam Sunan Gunung Jati dan ritual pembersihan benda pusaka di Keraton Kasepuhan.
3. Ritual Samas di Bantul
Di pesisir selatan, tepatnya di Desa Srigading, masyarakat mengenang tokoh mistis Maheso Suro lewat Ritual Samas. Dimulai dari semedi oleh sesepuh desa, ritual ini berpuncak pada penyampaian wejangan spiritual kepada masyarakat.
4. Ledug Suro & Bolu Rahayu di Magetan
Tradisi ini ditandai dengan pembagian bolu rahayu, kue yang telah didoakan agar membawa berkah dan perlindungan. Kirab budaya dan doa bersama mengawali acara sakral ini.
5. Upacara Labuhan Sedekah Laut di Parangkusumo
Diadakan di Pantai Parangkusumo, Yogyakarta, Labuhan menjadi bentuk sedekah laut dan penghormatan pada Nyai Roro Kidul. Prosesi diawali dari pendapa kecamatan, dilanjutkan dengan penghanyutan sesaji di laut sebagai simbol permohonan keselamatan.
Malam 1 Suro bukan sekadar penanggalan baru bagi masyarakat Jawa, melainkan momen sakral untuk menyepi, merenung, dan membersihkan diri, bukan hanya lahiriah, tapi juga batiniah.
Tapa Bisu dan ragam ritual lainnya menunjukkan bahwa tradisi tidak harus selalu bersuara lantang untuk menjadi bermakna. Justru dalam diam dan kesederhanaan, nilai spiritual paling dalam bisa terasa sangat kuat.